Tuesday, 22 August 2017

Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Hukum Forex


Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tsb menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa. Sengketa dapat diselsaikan melalui cara-cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi. Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediador) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediador bertugas untuk melakukan hal-hal sbb: Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama. Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa trocadilho. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa. Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini: Salah satu pihak meninggal Salah satu pihak bangkrut Pembaharuan utang (novasi) Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi) Pewarisan Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada Pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb Berakhir atau batalnya perjanjian pokok Dua jenis arbitrase: 1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya. 2. Arbitarse institusional Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai. Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum bandagem atau kasasi. Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbitro atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta pendaftaran. Putusan arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak dapat diajukan bandas, kasasi, atau peninjauan kembali. Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb: putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbitro atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian Baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonésia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonésia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan Di Indonésia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendafta Correu putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri. Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan bandagem ke MA mempertimbangkan serta memutuskan permohonan bandagem tsb diterima ole MA. Negara berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian bila terjadi suatu pelanggaran hukum. Untuk itu negara menyerahkan kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan dengan para pelaksananya, yaitu hakim. Pengadilan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peadilan umum. Sementara itu berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehikaman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah MK. Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peadilan umum dilaksanakan oleh: 1. Pengadilan Negeri Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. 2. Pengadilan Tinggi Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat bandagem yang berkedudukan di ibukota providir daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang. Tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat bandas, di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya. 3. Mahkamah Agung (MA) MA merupakan pengadilan negara tertinggi diari semua lingkungan peradilan yang berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. MA bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus: Permohonan kasasi Sengketa tentang kewenangan mengadili Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam tingkat kasasi, MA membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan sem pera sandalia peradilan: Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku Lalai memenuhi syarat yg mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan ybs. MA memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali (PK) pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan yang diatur dalam perundang-undangan. Permohonan PK dapat diajukan hanya satu kali dan tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Permohonan PK dapat dicabut selama belum diputus dan dalam hal sudah dicabut, permohonan PK tak dapat diajukan lagi. Permohonan PK diajukan sendiri oleh pemohon atau ahli warisnya kepada MA melalui ketua pengadilan negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan. Permohonan PK dapat dilakukan oleh wakil dari pihak yang berperkara yang secara khusus dikuasakan dengan tenggang waktu pengajuan 180 hari. Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasierlynamustika PENYELESAIAN SENGKETA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL 1. Dengan Cara Damai a) Negosiasi Negosiasi adalah upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui diálogo tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaan negosiasi ini, para pihak melakukan pertukaran pendapat dan usul untuk mencari kemungkinan tercapainya penyelesaian sengketa secara damai. Negosiasi dapat berbentuk bilateral versus multilaterais. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional. B) Inquérito atau Penyelidikan Inquérito atau penyelidikan adalah suatu proses penemuan fakta oleh suatu tim penyelidik yang netral. Prosedur ini dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena perbedaan pendapat mengenai fakta, bukan untuk permasalahan yang bersifat hukum murni. Hal ini karena fakta yang mendasari suatu sengketa sering dipermasalahkan. C) Mediasi Mediasi adalah tindakan negara ketiga atau individual yang tidak berkepentingan dalam suatu sengketa internasional, yang bertujuan membawa ke arah negosiasi atau memberi fasilitas ke arah negosiasi dan sekaligus berperan serta dalam negosiasi pihak sengketa tersebut. Pelaksana mediasi disebut mediator. Mediador dapat dilakukan oleh pemerintah maupun individu. D) Konsiliasi Seperti cara mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara. Namun, bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Konsiliasi juga dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa secara bersahabat dengan bantuan negara lain atau badan pemeriksa yang netral atau tidak memihak, atau dengan bantuan Komite Penasihat. E) Bons Escritórios (Jasa Baik) Bons escritórios (jasa baik) adalah tindakan pihak ketiga yang membawa ke arah terselenggaranya negosiasi, tanpa berperan serta dalam diskusi mengenai substansi atau pokok sengketa yang bersangkutan. Bons escritórios akan terjadi apabila pihak ketiga mencoba membujuk para pihak sengketa untuk melakukan negosiasi sendiri. F) Arbitragem (arbitrasi) Pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih flexível dibanding dengan penyelesain sengketa melalui pengadilan. G) Stalemate Yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh. Adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni soviética pada masa Perang dingin. H) Eliminação Yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain. Kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya. I) Subjugação atau dominação Yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat. J) regra da maioria Yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui votação ungkkkkkkkkk kputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi. K) Consentimento de minoria Yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas. L) Kompromi Yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik. M) Integrasi Yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak. N) Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals) Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan ilegal sedangkan retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu. 2. Dengan Cara Kekerasan a). Perang Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak dapat disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa. Konsepsi ini sejalan dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan bahwa perang adalah perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan porra salah satu pihak untuk menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya. B). Retorsi (Retorta) Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain. Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea. C). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals) Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan ilegal sedangkan retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu. D). Blokade secara damai (Pacific Blockade) Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade. E). Intervensi (Intervenção) Hukum internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik. F) Blokade masa perang Akibatnya hukum Negara yang memblokade berhak memeriksa kapal Negara netral Negara ke tiga. G) Reprisal Damai Pembalasan yang dilakukan oleh Negara terhadap tindakan yang melanggar hukum dari Negara lawan dalam suatu pertikaian jika Negara yang dikenai perbuatan represália bersalah melakukan kejahatan internasional. Contohnya pemboikotan barang, embargo, demonstrasi angkutan laut. H) Reprisal di masa perang Perbuatan pembalasan antara pihak yang berperang dengan tujuan memaksa pihak lawan untuk menghentikan perbuatannya yang melanggar hukum perang. I) Retorasi. Pembalasan yang dilakukan oleh Negara terhadap tindakan yang tidak pantas dari Negara lain. Contohnya pengetatan hubungan diplomático, penghapusan hak istimewa diplomatik. 3. Penyelesaian di bawah naungan organizasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Amanat yang disebutkan dalam Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, salah satu tujuannya adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan tersebut sangat terkait erat dengan upaya penyelesaian sengketa secara damai. Isi Piagam PBB tersebut di antaranya memberikan peran penting kepada Tribunal Internacional de Justiça (ICJ) dan upaya penegakannya diserahkan pada Dewan Keamanan. Berdasarkan Bab VII Piagam PBB, DK dapat mengambil tindakan-tindakan yang terkait dengan penjagaan atas perdamaian. Sedangkan Bab VI, Dewan Keamanan juga diberikan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang terkait dengan penyelesaian sengketa. 4. Penyelesain sengketa menurut hukum Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutanyang diajukan dan mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internsional merupakan bagian integral dib PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. 5. Badan-badan regional Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri. 6. Cara-cara damai lainnya Dari 9 penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politikdiplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan liquidação judicial. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi inquérito mediasi dan konsiliasi. Hukum internacional publik juga mengenal bons escritórios atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik. Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Paráhak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti Tribunal Internacional de Justiça (ICJMahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politikdiplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politikdiplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka. Bagikan ini: Sukai ini:

No comments:

Post a Comment